11:21:00 PM
lipanus
Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam
sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan,
1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat
istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi
kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa
yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami
daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.
Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang
antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat
Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku
kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang
membawa pengaruh dari luar,seperti melayu menyebabkan mereka menyingkir
semakin jauh ke pedalaman dan perbukitan di seluruh daerah Kalimantan.
Mereka menyebut dirinya dengan kelompok
yang berasal dari suatu daerah berdasarkan nama sungai, nama pahlawan,
nama alam dan sebagainya. Misalnya suku Iban asal katanya dari ivan
(dalam bahasa kayan, ivan = pengembara) demikian juga menurut sumber
yang lainnya bahwa mereka menyebut dirinya dengan nama suku Batang
Lupar, karena berasal dari sungai Batang Lupar, daerah perbatasan
Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia. Suku Mualang, diambil dari
nama seorang tokoh yang disegani (Manok Sabung/algojo) di Tampun Juah
dan nama tersebut diabadikan menjadi sebuah nama anak sungai Ketungau di
daerah Kabupaten Sintang (karena suatu peristiwa) dan kemudian
dijadikan nama suku Dayak Mualang. Dayak Bukit (Kanayatn/Ahe) berasal
dari Bukit/gunung Bawang. Demikian juga asal usul Dayak Kayan, Kantuk,
Tamambaloh, Kenyah, Benuag, Ngaju dan lain-lain, yang mempunyai latar
belakang sejarah sendiri-sendiri.
Namun ada juga suku Dayak yang tidak
mengetahui lagi asal usul nama sukunya. Nama "Dayak" atau "Daya" adalah
nama eksonim (nama yang bukan diberikan oleh mayarakat itu sendiri) dan
bukan nama endonim (nama yang diberikan oleh masyarakat itu sendiri).
Kata Dayak berasal dari kata Daya" yang artinya hulu, untuk menyebutkan
masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya
dan Kalimantan Barat khususnya, (walaupun kini banyak masyarakat Dayak
yang telah bermukim di kota kabupaten dan propinsi) yang mempunyai
kemiripan adat istiadat dan budaya dan masih memegang teguh tradisinya.
Kalimantan Tengah mempunyai problem
etnisitas yang sangat berbeda di banding Kalimantan Barat. Mayoritas
ethnis yang mendiami Kalimantan Tengah adalah ethnis Dayak, yang
terbesar suku Dayak Ngaju, Ot Danum, Maanyan, Dusun, dsb. Sedangkan
agama yang mereka anut sangat variatif. Dayak yang beragama Islam di
Kalimantan Tengah, tetap mempertahankan ethnisnya Dayak, demikian juga
bagi Dayak yang masuk agama Kristen. Agama asli suku Dayak di Kalimantan
Tengah adalah Kaharingan, yang merupakan agama asli yang lahir dari
budaya setempat sebelum bangsa Indonesia mengenal agama pertama yakni
Hindu. Karena Hindu telah meyebar luas di dunia terutama Indonesia dan
lebih dikenal luas, jika dibandingkan dengan agama suku Dayak, maka
Agama Kaharingan dikategorikan ke cabang agama Hindu.
Propinsi Kalimantan Barat mempunyai
keunikan tersendiri terhadap proses alkurturasi cultural atau
perpindahan suatu culture religius bagi masyarakat setempat. Dalam hal
ini proses tersebut sangat berkaitan erat dengan dua suku terbesar di
Kalimantan Barat yaitu Dayak,Melayu dan Tiongkok. Pada mulanya Bangsa
Dayak mendiami pesisir Kalimantan Barat, hidup dengan tradisi dan
budayanya masing-masing, kemudian datanglah pedagang dari gujarab
beragama Islam (Arab Melayu) dengan tujuan jual-beli barang-barang dari
dan kepada masyarakat Dayak, kemudian karena seringnya mereka
berinteraksi, bolak-balik mengambil dan mengantar barang-barang dagangan
dari dan ke Selat Malaka (merupakan sentral dagang di masa lalu),
menyebabkan mereka berkeinginan menetap di daerah baru yang mempunyai
potensi dagang yang besar bagi keuntungan mereka.
Hal ini menjadi daya tarik tersendiri
bagi masyarakat Dayak ketika bersentuhan dengan pendatang yang membawa
pengetahuan baru yang asing ke daerahnya. Karena sering terjadinya
proses transaksi jual beli barang kebutuhan, dan interaksi cultural,
menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, di kunjungi
masyarakat lokal (Dayak) dan pedagang Arab Melayu dari Selat Malaka. Di
masa itu system religi masyarakat Dayak mulai terpengaruh dan
dipengaruhi oleh para pedagang Melayu yang telah mengenal pengetahuan,
pendidikan dan agama Islam dari luar Kalimantan. Karena hubungan yang
harmonis terjalin baik, maka masyarakat lokal atau Dayak, ada yang
menaruh simpati kepada pedagang Gujarat tersebut yang lambat laun
terpengaruh, maka agama Islam diterima dan dikenal pada tahun 1550 M di
Kerajaan Tanjung Pura pada penerintahan Giri Kusuma yang merupakan
kerajan melayu dan lambat laun mulai menyebar di Kalimantan Barat.
masyarakat Dayak masih memegang teguh
kepercayaan dinamismenya, mereka percaya setiap tempat-tempat tertentu
ada penguasanya, yang mereka sebut: Jubata, Petara, Ala Taala, Penompa
dan lain-lain, untuk sebutan Tuhan yang tertinggi, kemudian mereka masih
mempunyai penguasa lain dibawah kekuasaan Tuhan tertingginya: misalnya:
Puyang Gana ( Dayak mualang) adalah penguasa tanah , Raja Juata
(penguasa Air), Kama"Baba (penguasa Darat),Jobata,Apet Kuyan'gh(Dayak
Mali) dan lain-lain. Bagi mereka yang masih memegang teguh kepercayaan
dinamisme nya dan budaya aslinya nya, mereka memisahkan diri masuk
semakin jauh kepedalaman.
adapun segelintir masyarakat Dayak yang
telah masuk agama Islam oleh karena perkawinan lebih banyak meniru gaya
hidup pendatang yang dianggap telah mempunyai peradaban maju karena
banyak berhubungan dengan dunia luar. (Dan sesuai perkembangannya maka
masuklah para misionaris dan misi kristiani/nasrani ke pedalaman). Pada
umumnya masyarakat Dayak yang pindah agama Islam di Kalimantan Barat
dianggap oleh suku dayak sama dengan suku melayu. Suku Dayak yang masih
asli (memegang teguh kepercayaan nenek moyang) di masa lalu, hingga
mereka berusaha menguatkan perbedaan, suku dayak yang masuk Islam(karena
Perkawinan dengan suku Melayu) memperlihatkan diri sebagai suku
melayu.banyak yang lupa akan identitas sebagai suku dayak mulai dari
agama barunya dan aturan keterikatan dengan adat istiadatnya. Setelah
penduduk pendatang di pesisir berasimilasi dengan suku Dayak yang
pindah(lewat perkawinan dengan suku melayu) ke Agama Islam,agama islam
lebih identik dengan suku melayu dan agama kristiani atau kepercayaan
dinamisme lebih identik dengan suku Dayak.sejalan terjadinya urbanisasi
ke kalimantan, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai,
karena semakin banyak di kunjungi pendatang baik local maupun nusantara
lainnya.
Untuk mengatur daerah tersebut maka
tokoh orang melayu yang di percayakan masyarakat setempat diangkat
menjadi pemimpin atau diberi gelar Penembahan (istilah yang dibawa
pendatang untuk menyebut raja kecil ) penembahan ini hidup mandiri dalam
suatu wilayah kekuasaannya berdasarkan komposisi agama yang dianut
sekitar pusat pemerintahannya, dan cenderung mempertahankan wilayah
tersebut. Namun ada kalanya penembahan tersebut menyatakan tunduk
terhadap kerajaan dari daerah asalnya, demi keamanan ataupun perluasan
kekuasaan.
Masyarakat Dayak yang pindah ke agama
Islam ataupun yang telah menikah dengan pendatang Melayu disebut dengan
Senganan, atau masuk senganan/masuk Laut, dan kini mereka mengklaim
dirinya dengan sebutan Melayu. Mereka mengangkat salah satu tokoh yang
mereka segani baik dari ethnisnya maupun pendatang yang seagama dan
mempunyai karismatik di kalangannya, sebagai pemimpin kampungnya atau
pemimpin wilayah yang mereka segani.
Sumber: id.wikipedia.org
0 komentar:
Posting Komentar